Arif juga mempertanyakan sikap jaksa yang dinilai tidak menyentuh pihak-pihak penerima aliran dana dari KONI. “Mengapa eksekutif dan legislatif yang menerima dana tidak diperiksa? Hal seperti ini sudah menjadi tradisi. Takut?” ujarnya di depan majelis hakim.
Sementara itu, Penasehat Hukum Arif, Eko Budiono, SH., MH., dalam pledoi setebal satu bendel besar yang dilengkapi bukti dan fakta persidangan, menilai dakwaan JPU tidak cermat. Menurutnya, perhitungan kerugian negara yang dipakai jaksa tidak akurat dan berbeda antara dakwaan dan tuntutan. “Ini menyangkut nasib orang. Dakwaan tidak bisa dibuat berdasarkan ‘ilmu kira-kira’. Perhitungannya harus jelas, bukan asal menebak,” ujar Eko.
Berbeda dengan pembelaan Eko, penasehat hukum Kwin Atmoko, Nur Baedah, SH., justru menyampaikan pledoi yang lebih singkat. Ia menegaskan, sebagai ketua umum, Kwin telah mendelegasikan tugas kepada pengurus KONI lainnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing. Karena itu, bila terjadi kesalahan, tanggung jawab berada pada pelaksana, bukan pada ketua. “Kwin sudah menjalankan fungsi pengawasan dan delegasi sesuai struktur organisasi. Jika ada penyimpangan, itu di luar tanggung jawab langsung klien kami,” ujar Nur Baedah.
Sidang yang digelar secara daring ini diikuti para terdakwa dari Lapas Kediri, sementara JPU, majelis hakim, dan para penasehat hukum hadir langsung di ruang sidang Tipikor Surabaya.
Majelis hakim rencananya akan menjadwalkan sidang putusan dalam waktu dekat, setelah mempertimbangkan seluruh pembelaan dari masing-masing terdakwa.
Editor: Aji M












